#Esai - Pesan Pertiwi Seorang Siswi


Menemukan sedikit tulisan esai dua tahun yang lalu, semoga bermanfaat :)


Desember 2016,

PESAN PERTIWI SEORANG SISWI
Urfi Rihhadatul’aisy

            Sebagai seorang wanita kita memiliki hak dan kewajiban tersendiri. Hak dan kewajiban kita memang berbeda dengan lelaki. Akan tetapi, keadilan atas hak dan kewajiban kita dengan lelaki tetaplah sama.

            Menurut sebuah buku yang berjudul Wanita yang Dirindukan Surga oleh M. Fauzi Rachman, wanita adalah tiang negara. Jika ingin menegakkan negara, lindungilah wanita; dan jika ingin menghancurkan negara, hinakanlah dia. (2015:14) Dari kutipan tersebut diketahui bahwa peran wanita amatlah penting. Banyak orang berpemikiran wanita adalah manusia lemah. Ia salah. Secara fisik, wanita boleh dikatakan lemah. Namun, secara mental dan psikologis wanita lebih kuat. Wanita lebih bisa mengontrol amarahnya dibandingkan lelaki. Kekuatan wanita juga terdapat pada betapa berharga dirinya hingga dibuatlah Komnas Perempuan dan berbagai lembaga perempuan untuk melindungi kaum hawa.

            Karena wanita adalah makhluk Tuhan yang berharga, bagai berlian ia harus tetap terjaga. Wanita bukanlah pajangan tapi karya seni Tuhan. Wanita diciptakan bukan untuk dipermainkan, tapi untuk dipertahankan. Wanita bukanlah boneka.

            Tapi sangat disayangkan banyak lelaki nakal dengan senang hati mencari “buruan”. Menurut mereka cara berpakaian wanita lah yang membuat lelaki “ingin”. Saya sangat tidak setuju dengan pandangan tersebut. Nyatanya banyak wanita berpenampilan tertutup tetap diusili dan bahkan menjadi korban pelecehan seksual. Pelecehan dalam Kamus Bahasa Indonesia berarti tindakan untuk meremehkan atau merendahkan orang lain. Sedangkan definisi seksualitas yang dihasilkan oleh Konferensi APNET (Asia Pasific Network for Social Health) di Cebu, Filipina 1996, mengatakan seksualitas adalah ekspresi seksual seseorang yang secara sosial dianggap dapat diterima serta mengandung aspek-aspek kepribadian yang luas dan mendalam. Pelecehan seksual bukanlah karena wanita, namun karena lelaki yang mengekspresikan seksualitasnya secara bebas. Mereka tidak dapat menahan hawa nafsu kemanusiaan mereka. Bahkan di beberapa kasus, pelecehan seksual dilakukan oleh kekasih hati sendiri.

            Menurut Catatan Tahunan Komnas Perempuan Tahun 2016, jenis kekerasan terhadap perempuan yang paling menonjol sama seperti tahun sebelumnya yaitu kekerasan yang terjadi di ranah personal, dengan rincian sebanyak 11.207 kasus di ranah KDRT/RP, 60% atau 6.725 kasus berupa kekerasan terhadap istri, 24% atau 2.734 kasus kekerasan dalam pacaran, dan 8% atau 930 kasus kekerasan terhadap anak perempuan. Hal ini terjadi karena adanya faktor internal dan faktor eksternal yang mempengaruhi. Faktor internal diantaranya adalah motivasi diri, tingkat perkembangan seksual secara fisik maupun psikologis, dan pengetahuan tentang kesehatan alat reproduksi. Sementara faktor eksternal secara garis besar disebabkan oleh faktor lingkungan, baik lingkungan keluarga maupun lingkungan masyarakat. Lingkungan keluarga yang kurang harmonis menyebabkan anak mencari pelarian dengan seks bebas. Sementara lingkungan masyarakat dipengaruhi oleh pergaulan yang salah atau salah gaul.

            Hal lain yang dapat menyebabkan kekerasan serta pelecehan seksual terhadap wanita adalah tajamnya ucapan wanita. Seperti kata pepatah, lidahmu adalah harimaumu. Beberapa kasus pemerkosaan dan pembunuhan diakibatkan oleh kesalahpahaman karena ucapan wanita. Dengan alasan seperti itu terjadilah politik balas dendam. Seperti kasus Vina dan Eki di Cirebon, Vina dibunuh dan diperkosa karena sempat mengata-ngatai dan meludahi salah satu pemerkosa yang juga memiliki rasa cinta pada Vina. Pemerkosa tersebut juga dikecam memiliki rasa cemburu pada Eki, kekasih Vina.

            Menurut kebanyakan orang, memiliki seorang kekasih berarti memiliki tanggung jawab lebih. Namun tanggung jawab tersebut jangan dijadikan bahan untuk membatasi kebebasan kaum hawa. Jika mulai terasa terbatasi dalam bergaul, terbebani, berkurangnya jumlah teman, dan merasa terkekang, maka hubungan tersebut sudah tidak sehat dan diluar batas kewajaran. Terutama untuk kalangan remaja yang baiknya mencari teman sebanyak mungkin, hal tersebut telah merampas hak bebasnya. Intinya, jika memiliki seorang kekasih kita harus tahu batasan untuk tidak membatasi.

            Wanita harus memiliki keberanian untuk menolak. Wanita harus memiliki keberanian untuk melawan jika mendapat perlakuan tidak wajar dari lelaki, apalagi jika lelaki itu seorang kekasihnya. Jika dimarahi bahkan sampai melakukan tindak kekerasan seperti ditampar dan dicakar, wanita tidak boleh diam saja. Seperti kata guru saya, “Sabar itu bukan diam, sabar itu usaha.” Maksudnya adalah diam bukanlah sabar dan hanya menyakiti perasaan sendiri. Sabar itu adalah usaha menguatkan diri. Namun wanita juga harus berusaha menegakkan harga dirinya supaya tidak diinjak oleh kaum adam.

            Sebagai seorang wanita kita harus berani dan percaya diri. Berani menegakkan keadilan dan hak-hak wanita. Berani berkata tidak untuk menolak keburukan. Percaya akan diri sendiri. Wanita juga harus berani untuk mengungkapkan aspirasinya. Aspirasi seorang wanita adalah penting karena sekali lagi saya tekankan, wanita adalah tiang negara. Ingat, “di balik kesuksesan seorang pria, pasti ada wanita hebat dibelakangnya”.

            Keberanian dan percaya diri wanita Indonesia mampu membangun sebuah pergerakan nasional. Pergerakan wanita sudah lahir sejak Indonesia masih memperjuangkan kemerdekaannya. Gerakan perempuan seperti Poetri Mardika, Aisyah (Pemudi Muhamadiyah), Wanita Tarbiyah, PWKI (Persatuan Wanita Kristen Indonesia), dan WKRI (Wanita Katolik Republik Indonesia) adalah beberapa contoh pergerakan wanita Indonesia yang memperjuangkan kemerdekaannya . Bahkan pada tahun 1928 di Dalem Djojodiopuran, Yogyakarta, diselenggarakan Kongres Perempuan Pertama yang diprakarsai oleh Ibu Soekonto (Wanita Utomo), Nyi Hajar Dewantara (Wanita Taman Siswa), dan Ibu Soejatim (Puteri Indonesia). Salah satu hasil kongres tersebut adalah terbentuknya federasi Perikatan Perempuan Indonesia (PPI) yang pada tahun 1946 berakhir dengan nama Kongres Wanita Indonesia (KOWANI). Umumnya tujuan organisasi-organisasi wanita ini yakni menghilangkan ketidakadilan terhadap kaum wanita.

            Usaha memperjuangkan keadilan kaum hawa terus berlangsung sejak sebelum proklamasi hingga detik ini. Setelah kepergian para penjajah, penjahat lokal pun berkeliaran dan menjalankan “aksinya”. Terbukti dengan adanya kasus pemerkosaan dan pembunuhan Yuyun, kasus kematian Vina dan kekasihnya Eki oleh geng motor, kasus pencabulan gadis Manado oleh 19 pria, kasus siswi SMP diperkosa dan diberi uang sebesar Rp 15.000, dan kasus-kasus keji lainnya. Hal tersebut menggetarkan hati jutaan wanita Indonesia. Berbagai dukungan pun digalang untuk memperjuangkan hak perempuan. Contohnya adalah ketika Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menggalang dukungan tanda tangan untuk Yuyun. Dukungan ini berisi tanda tangan masyarakat di atas spanduk. Hal ini merupakan salah satu bentuk kepedulian serta rasa simpati terhadap korban. Di dalam spanduk terpampang wajah Yuyun dan bertuliskan, “#solidaritasuntukYY, beri hukuman maksimal kepada pelaku.” Tidak hanya itu, mereka juga membagikan pin kepada pengguna jalan yang melintasi Jl.Jenderal Sudirman, Makassar.

            Supaya tidak ada lagi Vina dan Yuyun lainnya, wanita seminimal mungkin harus menghindar dan meminimalisir kemungkinan buruk tersebut. Walaupun nafsu lelaki tidak ada yang tahu, tapi setidaknya kita berusaha menghindari dengan menutupi badan dengan sebaik-baiknya. Jika telah menghindar namun masih saja ada lelaki nakal yang “menjahili”, laporkan saja ia pada pihak berwajib. Jangan malu akan tradisi dan menganggapnya sebagai aib. Jangan takut atas ancaman pelaku. Hukum ada untuk ditegakkan. Hukum ada untuk melindungi. Jangan sampai ada Yuyun dan Vina lainnya. Jangan sampai ada yang lebih parah. Biarlah wanita terus menegakkan harga dirinya supaya setara dan tidak dibeda-bedakan.

            R.A. Kartini pernah mengirimkan sebuah surat kepada Ny. Abendanon, 15 Juli 1902 yang berisi, “...dan kami yakin seyakin-yakinnya bahwa air mata kami, yang kini nampaknya mengalir sia-sia itu, akan ikut menumbuhkan benih yang akan mekar menjadi bunga-bunga yang akan menyehatkan generasi-generasi mendatang.” (Majalah Tempo Edisi 18-24 April 2016:19)


DAFTAR PUSTAKA:
·         http://www.komnasperempuan.go.id. Diakses: 16 November 2016
·         Jhoul. 2012. https://jhoul.wordpress.com/2012/07/20/gerakan-perempuan-di-indonesia/. Diakses: 11 November 2016
·         Latifianazalati. 2015. latifianazalati.blogs.uny.ac.id. Diakses: 16 November 2016
·         Majalah Tempo Edisi 18-24 April 2016 (Edisi Khusus Hari Kartini)
·         Rachman, M.Fauzi. 2015. Wanita yang Dirindukan Surga. Bandung:Mizania.

Komentar