#Sinopsis Roman - Belenggu

Kali ini saya akan memaparkan sinopsis dari roman angkatan 20-30an yang berjudul Belenggu...
BELENGGU

Novel karya Armijn Pane ini menceritakan tentang sebuah keluarga yang diam-diam seperti tak ada masalah, tapi sebenarnya ada saja masalahnya. Dalam novel ini seorang dokter bernama Sukartono atau sebut saja Tono dan istrinya Tini yang memiliki kesibukan masing-masing. Karena seorang dokter, Tono sibuk mengurusi pasiennya. Tono selalu pergi melihat pasiennya seakan 24 jam untuk pasien-pasiennya, tapi istrinya dibiarkan saja tak terurus. Oleh karena itu, Tini menyibukkan dirinya dalam perkumpulan-perkumpulan supaya tidak merasakan kesendirian di rumah dan supaya Tini lupa akan suaminya yang begitu sibuk.
Walaupun di rumah Tini tidak sendirian tapi ada salah satu pekerja Tono, Karno, Tini tetap saja merasa sepi. Jika Tini ada di rumah dia seakan-akan harus menunggu telepon kalau-kalau ada pasien Dokter Tono yang sedang membutuhkannya. Sengaja disebutkan Dokter Tono karena memang itulah prioritas kehidupannya. Dia bekerja bukan hanya untuk mencari nafkah, tapi untuk menyenangkan hatinya sendiri. Setiap ada pasien yang menelpon dituliskannya nama, alamatnya dalam sebuah buku catatan kecil. Terkadang Tini sering merasa kesal menunggu dan menulis setiap pasien Dokter Tono. Dan setiap Dokter Tono datang dia selalu melihat catatannya itu, yaa takut-takut ada pasien baru yang harus ia datangi.
Hingga suatu hari saat dicarinya catatan kecil itu, Tono merasa kesusahan dan kebingungan. Tak seperti biasanya catatan itu tak ada di atas meja. Tono menanyakannya pada Karno dan Karno berkata mungkin istrinya itulah yang mengambilnya. Karena sayangnya Dokter Tono terhadap pasiennya, mulailah terpancing amarahnya akan kata-kata Tono. Memang dari awal Karno tidak menyukai istri dokter. Menurutnya Tini orang yang suka marah-marah dan emosian. Mungkin Karno saja yang tidak mengenal bagaimana Tini sebenarnya.
Tono bertanya lagi dimana Tini. Karno hanya menjawab kalau dia tak tau. Tono semakin gelisah takutnya ada pasien yang menunggu. Eh benar saja, Karno bilang tadi ada telepon lalu diangkat oleh Tini dan dituliskannya dalam catatan kecilnya itu. Ah, semakin saja Tono kesal.
Tak lama setelah itu Tini pulang. Dengan seakan-akan tidak peduli Tini berjalan menuju kamar tidurnya untuk sekedar istirahat. Dan ketika mencapai sofa yang diduduki Tono, Tini seolah-olah dengan kesal melemparkan catatan kecil itu dan pergi ke dalam kamar lalu menutup pintunya. Tono merasa bimbang, “Ada apa dengan wanita ini? Mengapa begitu sifatnya?” Tak habis pikir apa yang terjadi dengan Tini. Tapi Tono tak mau ambil pusing. Dokter Tono memanggil Karno dan Karno langsung mengerti apa maksudnya. Dokter Tono hendak pergi menuju pasiennya itu. Ditinggalkanlah Tini di istananya itu.
Dokter Tono pergi dengan supirnya Abdul. Merka pergi ke suatu tempat yang Dokter Tono saja tak tau dimanakah itu. Anehnya pasien itu ada di dalam kamar hotel. Masuklah Dokter Tono kedalam. Rupanya para pegawai sudah tahu dan sudah menunggu, diberitahukanlah dimana pasien Dokter Tono itu, Nyonya Eni namanya.
Dokter Tono masuk ke dalam. Ny.Eni dengan tenangnya beristirahat di atas kasur yang empuk itu. Dokter Tono pun memeriksanya. Melihat mata Ny.Eni seakan membuka lembaran lama. Tono teringat sesuatu tapi ia tidak dapat mengingatnya. Bingung. Bimbang yang ia rasa untuk kesekian kalinya. Tono mengingat tapi tak dapat teringat. Mungkin hanya pikirnya saja pernah bertemu dengan Ny.Eni. Lalu ditanyakannya apa yang terasa. Ny.Eni menjawab kalau dia pusing dan tidak enak badan, mungkin kelelahan pikirnya. Mungkin terlalu banyak hal yang dipikirkannya. Karena masih bingung dengan apa yang diderita Ny.Eni, Dokter Tono hanya memberikan obat yang dia harap bisa memulihkan keadaan Ny.Eni dan Dokter Tono berjanji akan kembali lagi esok hari untuk memeriksa pasiennya yang satu itu. Diapun pergi.
Keesokan harinya, Dokter Tono kembali lagi melihat keadaan Ny.Eni. Ny.Eni terlihat sudah baik-baik saja. Ny.Eni berkata kalau obatnya benar-benar ampuh. Ah pintar sekali Ny.Eni berkata merayu Tono.
Karena memang sedang tak ada pasien yang menunggu, Tono mengajak Ny.Eni pergi keluar hanya untuk bernapas merasakan indahnya pesona alam ini. Dengan perginya mereka, Tono seakan merasa hatinya terisi lagi. Hatinya yang dulu kelam terisi dengan senyuman, candaan, dan tawa Ny.Eni. Dengan mereka pergi bersama, mereka semakin dekat, semakin terikat. Memang Ny.Eni pandai memikat lelaki.
Keesokan harinya, Tono pergi lagi. Dokter Tono maksudnya. Dokter ingin menjenguk pasiennya yang sudah sembuh kemarin, iya Ny.Eni yang ingin dia jenguk. Setibanya di hotel, seorang pegawai berkata kalau Ny.Eni sudah tidak tinggal di hotel itu lagi. Tono tertegun. Diberikannya sepucuk surat untuk Dokter Tono dari Ny.Eni katanya. Isi suratnya sederhana, hanya alamat saja. Dokter berpikir Ny.Eni ingin ia jenguk lagi. Tak habis pikir Dokter Tono meninggalkan hotel itu dan pergi menuju alamat yang tertulis dalam suratnya itu.
Semakin hari semakin dekat mereka. Semakin hari rahasia-rahasia semakin terbuka. Benarlah, Ny.Eni kawannya dulu, Ruhayah. Namanya diubah dengan indah. Rahasia terbongkar. Ruhayah bukanlah wanita biasa. Awal dari perjalanan hidup pahit Yah bermula saat ia dijodohkan dengan seorang lelaki yang umurnya berbeda 20 tahun. Yah sangat tidak senang. Yah tinggal di Palembang bersama lelaki itu, sementara orang tuanya tinggal di Bandung. Setelah sekian lama, Yah tidak tahan lagi ada di sana. Yah pergi. Yah kabur. Yah pergi ke Bandung. Tapi orang tuanya sudah tak ada. Yah bingung. Harus kemana lagi Yah pergi. Yah tak tau siapapun. Karirnya pun dimulai sejak saat itu. Berawal dari hidup antara satu hotel dengan hotel lain. Tak dapat tempat menetap. Pergi berganti nama, berganti hotel, sudah biasa. Seakan rutinitas yang tak dapat diketahui, sampai bertemulah dia dengan Tono, kawan lamanya.
Mendengar cerita Yah yang tragis, Tono biasa saja. Tono tak perduli dengan masa lalu Yah. Yang penting adalah Yah adalah sahabat kecil Tono. Ah, pintar sekali Yah berkata. Tono semakin terperangkat dalam diam.
Semakin hari semakin timbul rasa itu. Tono merasa di dalam rumah Yah terdapat kebahagiaan, kesenangan, Yah pintar sekali memuja Tono. Dibukakan sepatunya setiap pulang kerja. Dibiarkannya larut dalam ketenangan, walau sebenarnya tidak. Tono terkadang memikirkan rumah lamanya itu, Tini. Kadang serasa kasihan tapi Tini terlalu menyebalkan untuk dikasihani. Andai saja waktu kembali ke masa lalu dimana Tini adalah Tini, pelabuhan hati Tono.
Masalahnya sama. Tak berubah hanya semakin lama semakin besar. Semakin banyak orang yang tahu. Teman-teman Tini sudah tau rupanya hubungan Tini dan Tono. Sempat pula teman-teman Tini menyindir-nyindir Tini, Ny.Rusdio, Aminah, dan beberapa teman Tini senang sekali rasanya. Tapi Tini tidak mau kalah. Dia tak mau menerima kekalahan.
Tak hanya teman-teman Tini yang tahu, keluarga Tini di Solo juga. Paman Tini sudah tahu. Tini memang sempat ke Solo sebelumnya untuk menghadiri sebuah pertemuan. Seminggu lamanya dia di Solo. Sepulangnya, paman Tini ikut. Paman Tini hendak berencana untuk mengakurkan Tini dan Tono. Tapi rupanya sulit. Tini sudah bersikukuh dia tidak dapat bertahan lagi dengan Tono.
Tini sempat ke rumah Yah. Rencananya Tini ingin memarah-marahi abis-abisan Yah. Tapi melihat keadaan Yah, Yah bukanlah wanita biasa pikir Tini. Tak jadi dia memarah-marahi. Tini tak sanggup. Tini kembali pulang merenung.
Dan Tini berbicara dengan Tono bagaimana kelanjutan keluarga mereka. Tini bilang dia sudah menyerah. Tini tak dapat lagi bertahan. Tapi entah kenapa Tono bersikukuh bertahan. Dia tidak ingin Tini pergi. Tono masih ingin bersama Tini. Tapi Tini tak sanggup. Semakin bimbang perasaan Tono.
Belenggu hati Tini sudah terluapkan. Dia sudah mengeluarkan kesedihan, kepedihan yang dia rasakan. Walaupun pedih, tapi Tini lega. Tini berencana pergi ke Surabaya. Tono mencegatnya, mencegahnya tapi tetap saja Tini pergi. Asalnya Tini sudah meminta berpisah. Tapi Tono enggan.
Pergilah Tini ke Surabaya dengan berat hati. Tono tak dapat berkata lagi. Hubungan mereka berakhir. Berakhir untuk sementara. Untuk waktu yang tidak terduga.

Komentar