Kali ini saya akan memaparkan sinopsis dari roman angkatan 20-30an yang berjudul Belenggu...
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhin2saDnjAVJL7zvqaQuMJWVWs4ZXcWxZHghM5XppfwMii5Jm6w5rCcLDQV328MCgjrQudEzgD3HGN9vT85Zy_F6dLHtCrFcjqcYGXbvcN5oid7VDz0bJXHgfHDpSkWoeiXKYqCJ4AaxDG/s1600/14020139.jpg)
Walaupun di rumah Tini tidak sendirian tapi
ada salah satu pekerja Tono, Karno, Tini tetap saja merasa sepi. Jika Tini ada
di rumah dia seakan-akan harus menunggu telepon kalau-kalau ada pasien Dokter
Tono yang sedang membutuhkannya. Sengaja disebutkan Dokter Tono karena memang
itulah prioritas kehidupannya. Dia bekerja bukan hanya untuk mencari nafkah,
tapi untuk menyenangkan hatinya sendiri. Setiap ada pasien yang menelpon
dituliskannya nama, alamatnya dalam sebuah buku catatan kecil. Terkadang Tini
sering merasa kesal menunggu dan menulis setiap pasien Dokter Tono. Dan setiap
Dokter Tono datang dia selalu melihat catatannya itu, yaa takut-takut ada
pasien baru yang harus ia datangi.
Hingga suatu hari saat dicarinya catatan
kecil itu, Tono merasa kesusahan dan kebingungan. Tak seperti biasanya catatan
itu tak ada di atas meja. Tono menanyakannya pada Karno dan Karno berkata mungkin
istrinya itulah yang mengambilnya. Karena sayangnya Dokter Tono terhadap
pasiennya, mulailah terpancing amarahnya akan kata-kata Tono. Memang dari awal
Karno tidak menyukai istri dokter. Menurutnya Tini orang yang suka marah-marah
dan emosian. Mungkin Karno saja yang tidak mengenal bagaimana Tini sebenarnya.
Tono bertanya lagi dimana Tini. Karno hanya
menjawab kalau dia tak tau. Tono semakin gelisah takutnya ada pasien yang
menunggu. Eh benar saja, Karno bilang tadi ada telepon lalu diangkat oleh Tini
dan dituliskannya dalam catatan kecilnya itu. Ah, semakin saja Tono kesal.
Tak lama setelah itu Tini pulang. Dengan
seakan-akan tidak peduli Tini berjalan menuju kamar tidurnya untuk sekedar
istirahat. Dan ketika mencapai sofa yang diduduki Tono, Tini seolah-olah dengan
kesal melemparkan catatan kecil itu dan pergi ke dalam kamar lalu menutup
pintunya. Tono merasa bimbang, “Ada apa dengan wanita ini? Mengapa begitu
sifatnya?” Tak habis pikir apa yang terjadi dengan Tini. Tapi Tono tak mau
ambil pusing. Dokter Tono memanggil Karno dan Karno langsung mengerti apa
maksudnya. Dokter Tono hendak pergi menuju pasiennya itu. Ditinggalkanlah Tini
di istananya itu.
Dokter Tono pergi dengan supirnya Abdul.
Merka pergi ke suatu tempat yang Dokter Tono saja tak tau dimanakah itu. Anehnya
pasien itu ada di dalam kamar hotel. Masuklah Dokter Tono kedalam. Rupanya para
pegawai sudah tahu dan sudah menunggu, diberitahukanlah dimana pasien Dokter
Tono itu, Nyonya Eni namanya.
Dokter Tono masuk ke dalam. Ny.Eni dengan
tenangnya beristirahat di atas kasur yang empuk itu. Dokter Tono pun
memeriksanya. Melihat mata Ny.Eni seakan membuka lembaran lama. Tono teringat
sesuatu tapi ia tidak dapat mengingatnya. Bingung. Bimbang yang ia rasa untuk
kesekian kalinya. Tono mengingat tapi tak dapat teringat. Mungkin hanya
pikirnya saja pernah bertemu dengan Ny.Eni. Lalu ditanyakannya apa yang terasa.
Ny.Eni menjawab kalau dia pusing dan tidak enak badan, mungkin kelelahan
pikirnya. Mungkin terlalu banyak hal yang dipikirkannya. Karena masih bingung
dengan apa yang diderita Ny.Eni, Dokter Tono hanya memberikan obat yang dia
harap bisa memulihkan keadaan Ny.Eni dan Dokter Tono berjanji akan kembali lagi
esok hari untuk memeriksa pasiennya yang satu itu. Diapun pergi.
Keesokan harinya, Dokter Tono kembali lagi
melihat keadaan Ny.Eni. Ny.Eni terlihat sudah baik-baik saja. Ny.Eni berkata
kalau obatnya benar-benar ampuh. Ah pintar sekali Ny.Eni berkata merayu Tono.
Karena memang sedang tak ada pasien yang
menunggu, Tono mengajak Ny.Eni pergi keluar hanya untuk bernapas merasakan
indahnya pesona alam ini. Dengan perginya mereka, Tono seakan merasa hatinya
terisi lagi. Hatinya yang dulu kelam terisi dengan senyuman, candaan, dan tawa
Ny.Eni. Dengan mereka pergi bersama, mereka semakin dekat, semakin terikat. Memang
Ny.Eni pandai memikat lelaki.
Keesokan harinya, Tono pergi lagi. Dokter
Tono maksudnya. Dokter ingin menjenguk pasiennya yang sudah sembuh kemarin, iya
Ny.Eni yang ingin dia jenguk. Setibanya di hotel, seorang pegawai berkata kalau
Ny.Eni sudah tidak tinggal di hotel itu lagi. Tono tertegun. Diberikannya
sepucuk surat untuk Dokter Tono dari Ny.Eni katanya. Isi suratnya sederhana,
hanya alamat saja. Dokter berpikir Ny.Eni ingin ia jenguk lagi. Tak habis pikir
Dokter Tono meninggalkan hotel itu dan pergi menuju alamat yang tertulis dalam
suratnya itu.
Semakin hari semakin dekat mereka. Semakin
hari rahasia-rahasia semakin terbuka. Benarlah, Ny.Eni kawannya dulu, Ruhayah. Namanya
diubah dengan indah. Rahasia terbongkar. Ruhayah bukanlah wanita biasa. Awal
dari perjalanan hidup pahit Yah bermula saat ia dijodohkan dengan seorang
lelaki yang umurnya berbeda 20 tahun. Yah sangat tidak senang. Yah tinggal di
Palembang bersama lelaki itu, sementara orang tuanya tinggal di Bandung.
Setelah sekian lama, Yah tidak tahan lagi ada di sana. Yah pergi. Yah kabur.
Yah pergi ke Bandung. Tapi orang tuanya sudah tak ada. Yah bingung. Harus
kemana lagi Yah pergi. Yah tak tau siapapun. Karirnya pun dimulai sejak saat
itu. Berawal dari hidup antara satu hotel dengan hotel lain. Tak dapat tempat
menetap. Pergi berganti nama, berganti hotel, sudah biasa. Seakan rutinitas
yang tak dapat diketahui, sampai bertemulah dia dengan Tono, kawan lamanya.
Mendengar cerita Yah yang tragis, Tono biasa
saja. Tono tak perduli dengan masa lalu Yah. Yang penting adalah Yah adalah
sahabat kecil Tono. Ah, pintar sekali Yah berkata. Tono semakin terperangkat
dalam diam.
Semakin hari semakin timbul rasa itu. Tono
merasa di dalam rumah Yah terdapat kebahagiaan, kesenangan, Yah pintar sekali
memuja Tono. Dibukakan sepatunya setiap pulang kerja. Dibiarkannya larut dalam
ketenangan, walau sebenarnya tidak. Tono terkadang memikirkan rumah lamanya
itu, Tini. Kadang serasa kasihan tapi Tini terlalu menyebalkan untuk
dikasihani. Andai saja waktu kembali ke masa lalu dimana Tini adalah Tini,
pelabuhan hati Tono.
Masalahnya sama. Tak berubah hanya semakin
lama semakin besar. Semakin banyak orang yang tahu. Teman-teman Tini sudah tau
rupanya hubungan Tini dan Tono. Sempat pula teman-teman Tini menyindir-nyindir Tini,
Ny.Rusdio, Aminah, dan beberapa teman Tini senang sekali rasanya. Tapi Tini
tidak mau kalah. Dia tak mau menerima kekalahan.
Tak hanya teman-teman Tini yang tahu,
keluarga Tini di Solo juga. Paman Tini sudah tahu. Tini memang sempat ke Solo
sebelumnya untuk menghadiri sebuah pertemuan. Seminggu lamanya dia di Solo.
Sepulangnya, paman Tini ikut. Paman Tini hendak berencana untuk mengakurkan
Tini dan Tono. Tapi rupanya sulit. Tini sudah bersikukuh dia tidak dapat
bertahan lagi dengan Tono.
Tini sempat ke rumah Yah. Rencananya Tini
ingin memarah-marahi abis-abisan Yah. Tapi melihat keadaan Yah, Yah bukanlah
wanita biasa pikir Tini. Tak jadi dia memarah-marahi. Tini tak sanggup. Tini
kembali pulang merenung.
Dan Tini berbicara dengan Tono bagaimana
kelanjutan keluarga mereka. Tini bilang dia sudah menyerah. Tini tak dapat lagi
bertahan. Tapi entah kenapa Tono bersikukuh bertahan. Dia tidak ingin Tini
pergi. Tono masih ingin bersama Tini. Tapi Tini tak sanggup. Semakin bimbang
perasaan Tono.
Belenggu hati Tini sudah terluapkan. Dia
sudah mengeluarkan kesedihan, kepedihan yang dia rasakan. Walaupun pedih, tapi
Tini lega. Tini berencana pergi ke Surabaya. Tono mencegatnya, mencegahnya tapi
tetap saja Tini pergi. Asalnya Tini sudah meminta berpisah. Tapi Tono enggan.
Pergilah Tini ke Surabaya dengan berat hati.
Tono tak dapat berkata lagi. Hubungan mereka berakhir. Berakhir untuk
sementara. Untuk waktu yang tidak terduga.
Komentar
Posting Komentar